STUDI KASUS PERLAKUAN DEPTH SUCTION DAN SHALLOW SUCTION TERHADAP HEMODINAMIK DAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN TERPASANG VENTILATOR MEKANIK DENGAN BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF DI ICU RSUD TUGUREJO KOTA SEMARANG
NASKAH
PUBLIKASI
STUDI KASUS PERLAKUAN DEPTH SUCTION DAN SHALLOW SUCTION TERHADAP
HEMODINAMIK DAN SATURASI OKSIGEN PADA
PASIEN TERPASANG VENTILATOR
MEKANIK DENGAN
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF
DI ICU RSUD TUGUREJO KOTA SEMARANG
Oleh:
Dian Mayang P. A.
NIM: P1337420918032
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2019
ABSTRAK
PERLAKUAN
DEPTH SUCTION DAN SHALLOW
SUCTION TERHADAP
HEMODINAMIK DAN SARURASI OKSIGEN PADA PASIEN
TERPASANG
VENTILATOR MEKANIK DENGAN
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF
DI
RUANG ICU RSUD TUGUREJO KOTA
SEMARANG
Dian Mayang P. A.1), Shobirun2),
Maria Devi N3)
1) Mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan
Keperawatan Semarang
2) Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Semarang
3) Perawat Ruang Intensif Care Unit Tugurejo
Semarang
Koresponden : dianmayang17@gmail.com
Latar Belakang dan Tujuan
Penelitian – Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi untuk
oksigenasi dan eliminasi karbon dioksida.
Penanganan yang dilakukan yaitu pemasangan ETT, dengan efek produksi mukus yang
berlebihan. Tindakan mandiri perawat yang dapat mengatasi gangguan jalan nafas
yaitu dengan perlakuan suction. Suction yang
dilakukan mengakibatkan desaturasi oksigen dan stres sehingga dapat
mempengaruhi hemodinamik pasien. Penghisapan lendir perlu perhatian
kusus tentang masalah kedalaman penghisapan lendir. Penyedotan lendir bisa
dilakukan dengan teknik dangkal dan dalam. Endotracheal depth suction adalah penghisapan sekret yang dilakukan
melewati batas ujung pipa endotrakeal. Shallow suction yaitu penghisapan
sekret sampai pada batas ETT. Tujuan penelitian yang dilakukan yaitu
menganalisa kasus kelolaan pada pasien gagal nafas dengan gangguan bersihan
jalan nafas yang dilakukan intervensi depth suction dan shallow suction terhadap hemodinamik dan saturasi oksigen. Metodologi
– Desain penelitian ini
menggunakan studi kasus. Hasil Penelitian – Hasil studi kasus pada 4 responden, menunjukkan
adanya perubahan pada tekanan darah sistolik, diastolik, MAP, heart rate yang naik dari nilai awal dan
akan turun kembali setelah 5 menit. Perubahan juga terjadi pada saturasi
oksigen yang menurun dari nilai awal dan akan naik kembali setelah 5 menit. Kesimpulan
– Hasil menunjukkan bahwa depth suction dan shallow
suction sama- sama mempengaruhi
nilai hemodinamik dan saturasi oksigen. Untuk mencegah perubahan hemodinamik
yang ekstrem bisa dilakukan penggunaan kanul suction ukuran 12 dan
hiperoksigenasi. Aplikasi perlakuan depth
suction dan shallow suction bisa
dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Kata Kunci – bersihan jalan nafas, depth suction, Gagal nafas, shallow
suction, ventilator mekanik.
ABSTRACT
Background
and Purpose of Research - Respiratory failure is a respiratory
system failure for oxygenation and elimination of carbon dioxide. Treatment is
done by installing ETT, with the effect of excessive mucus production.
Independent actions of nurses who can overcome airway disorders, namely by suction
treatment. Suction is done resulting in desaturation of oxygen and stress so
that it can affect the patient's hemodynamics. Suction of mucus needs special
attention to the problem of the depth of mucus sucking. Slime suctioning can be
done with shallow and deep techniques. Endotracheal depth suction is sucking
secretions that are carried out over the end of the endotracheal tube. Shallow
suction, is sucking secretions to the ETT boundary. The purpose of the research
was to analyze the cases of management in patients with respiratory failure
with airway clearing disorders that were carried out by depth suction and
shallow suction interventions on hemodynamics and oxygen saturation. Methodology
- This research
design uses case studies. Research Results - The results of a case study in 4
respondents showed a change in systolic, diastolic, MAP, heart rate that rose
from the initial value and will fall back after 5 minutes. Changes also occur
in oxygen saturation decreasing from the initial value and will rise again
after 5 minutes. Conclusion - The results show that depth suction
and shallow suction both affect the hemodynamic value and oxygen saturation. To
prevent extreme hemodynamic changes, use of size 12 suction cans and
hyperoxygenation. Applications for treatment of suction and shallow suction
depth can be carried out according to the patient's needs.
Keywords - airway patency, depth suction, mechanical ventilator, respiratory failure, shallow suction.
PENDAHULUAN
Gagal napas merupakan suatu kondisi gawat darurat pada sistem respirasi
berupa kegagalan sistem respirasi dalam menjalankan fungsinya, yaitu oksigenasi
dan eliminasi karbon dioksida (Phuong, 2014). Kegagalan oksigenasi (hipoksemia) atau kegagalan dalam
pengeluaran CO2 (hiperkapnia, kegagalan ventilasi) atau merupakan kegagalan
kedua fungsi tersebut. ( Lamba TS, 2015).
Penatalaksanaan
pada pasien dengan gagal nafas salah satunya dengan menggunakan ventilator mekanik,
sedatif, analgetik yang kuat dan relaksan otot. Kondisi ini mengakibatkan
pasien tidak mampu mengeluarkan sekret secara mandiri.
Sebagian besar pasien dirawat di rumah sakit unit perawatan intensif karena
mempertahankan jalan napas patensi, oksigenasi dan pencegahan dari aspirasi,
perlu intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal menyebabkan depresi refleks
batuk dan hilangnya mucosilia berfungsi, dan akhirnya menyebabkan akumulasi
sekresi dan mengganggu pemindahan sekresi dari jalan napas Akumulasi sekresi
dengan dapat menyebabkan penyumbatan di jalan napas penurunan fungsi
mukosiliar, perubahan volume tidal, peningkatan pirau paru, melemahkan saraf
otot paru, pneumonia dan atelektasis (Grippi MA, 2015).
Tindakan keperawatan paling efektif untuk mengatasi
gangguan jalan nafasa yaitu endotracheal suction. Endotracheal Suction (ETS) merupakan suatu
prosedur tindakan menjaga jalan napas pasien tetap bersih dengan memasukkan
kateter suction ke pipa endotrakeal pasien kemudian sekret paru pasien
dibuang dengan menggunakan tekanan negatif (Restrepo et al., 2010).
Suction atau
penghisapan lendir perlu perhatian kusus tentang masalah kedalaman penghisapan
lendir. Penyedotan lendir bisa dilakukan dengan teknik dangkal dan dalam. Endotracheal
depth suction, yaitu penghisapan sekret dilakukan melewati batas ujung pipa
endotrakeal. Shallow suction yaitu penghisapan sekret sampai pada batas
ETT. Akibat dari tindakan suction selain desaturasi oksigen, perubahan
hemodinamik pasien juga dapat terjadi akibat dari tindakan yang suction sebagai
stressor terhadap pasien (Abbasinia M, 2014).
Derdasarkan
penelitian Marta Talia (2017) menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan
hemodinamik pada depth suction maupun
shallow suction secara signifikan
dimana (p >0,05), meskipun
secara klinis berpengaruh namun secara statistik tidak ada beda yang
signifikan. Disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan tidak menunjukkan
perubahan hemodinamik yang bermakna pada kedua kelompok. Sehingga perlakuan
aman dilakukan pada pasien.
Pengamatan klinik yang
dilakukan di Ruang ICU RS Tugurejo, di dapatkan sebagian besar pasien terpasang
ventilator dengan tindakan mandiri perawat berupa suction pada pasien dengan gangguan jalan nafas karena produksi
mucus yang berlebihan. Tindakan suction
yang dilakukan perawat sudah baik dengan teknik depth suction dan shallow
suction. Masalah yang seringkali kurang diperhatikan perawat yaitu tindakan suction dapat mempengaruhi perubahan
hemodinamik.
Dalam tindakan
keperawatan memiliki pendapat berbeda tentang kedalaman suction endotrakeal, dan perlunya dikaji tentang efek yang
ditimbulkan dari perlakuan depth suction dan shallow
suction. Pertanyaan muncul tentang pengaruh depth suction dan shallow suction pengaruhnya
terhadap hemodinamik pasien dengan ventilator.
METODE
Desain studi
kasus berdasarkan study literatur menggunakan
case Study. Dengan intervensi melakukan suction dengan teknik depth suction dan shallow suction
terhadap hemodinamik dan saturasi oksigen pada pasien terpasang ventilator mekanik dengan
masalah gangguan bersihan jalan nafas.
Pasien di dipilih sesuai kriteria inklusi dan
eksklusi. Sebelum perlakuan pasien diukur hemodinamik dan saturasi oksigennya,
setelah itu diberikan hiperoksigenasi selama 2 menit. Suction dilakukan
sesuai teknik yang sudah di tentukan yaitu depth suction dan shallow
suction dengan menggunakan kanul suction ukuran 12 yang lebih kecil. Setelah 1 menit perlakuan dilakukan evaluasi
hemodinamik dan saturasi oksigen. Untuk memperkuat valuasi dilakukan kembali
pengukuran hemodinamik dan saturasi oksigennya pada 5 menit berikutnya.
HASIL
Responden
Tn. S
Pada tanggal
29 Mei 2019 dilakukan pengkajian pada Tn. S laki laki berusia 44 tahun dengan
diagnosa SNH, Gagal Nafas pasien terpasang ETT dan ventilator mekanik dengan
mode PSIMV. Hasil pengkajian didapatkan suara nafas gurgling tampak banyak secret pada mulut dan
ETT. Tekanan darah sistolik 123, diastolik
90, MAP 101, saturasi oksigen
100, HR 98.
Dilakukan
intervensi depth suction yang
sebelumnya dilakukan hiperoksigenasi. Setelah satu menit di dilakukan evaluasi
dengan peningkatan tekanan sistolik 126, diastolik 92, MAP 98, Saturasi oksigen 96, HR 101.
Untuk melihat
pengaruh depth suction maka dilakukan evaluasi kembali pada menit ke
5 didapatkan perubahan tekanan sistolik 119, diastolik 89, MAP 98, saturasi
oksigen 100, HR 95.
Responden Tn B
Pada tanggal 29 Mei 2019 dilakukan pengkajian
pada Tn. B laki laki berusia 48 tahun dengan diagnosa BRPN, PPOK, TB pasien
terpasang ETT dan ventilator mekanik dengan mode PSIMV. Hasil pengkajian
didapatkan suara nafas gurgling tampak
banyak secret pada mulut dan ETT. Tekanan darah sistolik 137, diastolik 86, MAP
93, saturasi oksigen 100, HR 89.
Dilakukan
intervensi depth suction yang
sebelumnya dilakukan hiperoksigenasi. Setelah satu menit di dilakukan evaluasi
dengan peningkatan tekanan sistolik 140, diastolik 99, MAP 105, Saturasi oksigen 95, HR 94.
Untuk melihat
pengaruh depth suction maka dilakukan evaluasi kembali pada menit ke
5 didapatkan perubahan tekanan sistolik 134, diastolik 82, MAP 99, saturasi
oksigen 100, HR 84.
Responden Tn F
Pada tanggal 30 Mei 2019 dilakukan pengkajian
pada Tn. F laki laki berusia 42 tahun dengan diagnosa IHD, Efusi pleura, ICH,
Gagal Nafas pasien terpasang ETT dan ventilator mekanik dengan mode PSIMV.
Hasil pengkajian didapatkan suara nafas
gurgling adanya sumbatan jalan nafas. Tekanan darah sistolik 144,
diastolik 82, MAP 107, saturasi oksigen 100, HR 99.
Dilakukan
intervensi shallow suction yang
sebelumnya dilakukan hiperoksigenasi. Setelah satu menit di dilakukan evaluasi
dengan peningkatan tekanan sistolik 142, diastolik 82, MAP 103, Saturasi oksigen 100, HR 100.
Untuk melihat
pengaruh shallow suction maka dilakukan evaluasi kembali pada menit ke
5 didapatkan perubahan tekanan sistolik 143, diastolik 80, MAP 101, saturasi
oksigen 100, HR 98.
Responden Tn K
Pada tanggal
10 Juni 2019 dilakukan pengkajian pada Tn. K laki laki berusia 62 tahun dengan
diagnosa Gagal Nafas, hematemesis, melena pasien terpasang ETT dan ventilator
mekanik dengan mode PSIMV. Hasil pengkajian didapatkan suara nafas gurgling, adanya sumbatan jalan nafas.
Tekanan darah sistolik 127, diastolik
70, MAP 86, saturasi oksigen 100,
HR 102.
Dilakukan
intervensi shallow suction yang
sebelumnya dilakukan hiperoksigenasi. Setelah satu menit di dilakukan evaluasi
dengan peningkatan tekanan sistolik 130, diastolik 72, MAP 90, Saturasi oksigen 99, HR 103.
Untuk melihat
pengaruh shallow suction maka dilakukan evaluasi kembali pada menit ke
5 didapatkan perubahan tekanan sistolik 129, diastolik 72, MAP 90, saturasi
oksigen 100, HR 99.
PEMBAHASAN
Tabel 1 Rerata Nilai Hemodinamik dan Saturasi Oksigen
Waktu
|
Sistol
|
Diastol
|
MAP
|
SpO2
|
HR
|
Depth suction
|
|||||
Pre
|
130
|
88
|
97
|
100
|
93,5
|
Post 1menit
|
131,5
|
89
|
95,5
|
98
|
95
|
Post 5 menit
|
126,5
|
85,5
|
98,5
|
100
|
89,5
|
Shallow suction
|
|||||
Pre
|
135,5
|
76
|
96,5
|
100
|
100,5
|
Post 1 menit
|
137,5
|
77
|
96,5
|
99,5
|
101,5
|
Post 5 menit
|
136
|
76
|
95,5
|
100
|
98,5
|
Perlakuan depth
suction dan shallow suction sama- sama menyebabkan perubahan
hemodinamik dan saturasi oksigen. Didapatkan hasil sebagai berikut:
Tekanan darah
Intervensi suction
yang dilakukan dengan tehnik depth suction maupun shallow suction
mempengaruhi perubahan
tekanan darah responden, baik itu pada tekanan darah sistolik maupun tekanan
darah diastolik dan MAP. Bedasarkan penelitian
didapatkan hasil akan dari nilai awal dan turun
kembali setelah 5 menit
Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qioni, Z., et
al (2009) dan Wei, XJ et al (2006) melakukan penilaian tekanan darah
1 menit sebelun dan 5 menit setelah dilakukan depth suction dan shallow
suction didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada
tekanan darah yang dilakukan sebelum dan sesudah depth suction dan shallow
suction. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
Irajpour (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan
antara tekanan darah yang dilakukan dengan tehnik depth suction maupun shallow
suction. Meskipun secara klinis
berpengaruh.
Tindakan
invasif berupa suction memicu aktivasi dari hipotalamus yang
mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem saraf simpatis dan korteks
adrenal. Namun dengan pemberian oksisigenisasi dan adanya efek sedatif pada
tindakan invasif setelah tindakan mampu membantu tubuh untuk mengatasi
perubahan tersebut sehingga tekanan darah tidak mengalami fluktuasi yang
signifikan kelompok depth suction dan shallow suction. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Fatimah dan Setiawan (2009) kadar oksigen di dalam
tubuh mengakibatkan respon vasodilatasi pembuluh darah dan menurunkan tekanan
vaskuler sehingga tekanan darah turun. Hal ini berarti bahwa perubahan tekanan
darah berhubungan dengan kondisi hipoksemia pasien.
Pada
kelompok depth suction, MAP lebih tinggi dibanding shallow suction,
hal ini terjadi karena stimulasi invasif dari prosedur suction dimana
kateter yang masuk ke endotracheal tube lebih dalam dibanding shallow
suction. Walaupun secara statistik tidak menunjukkan perubahan yang
signifikan.
Hasil
penelitian berbeda tentang MAP yang dilakukan oleh Celik, Elbas (2000 dalam
Favretto, DO. 2012) menyatakan bahwa terdapat perubahan nilai MAP yang
signifikan antara kedua kelompok yaitu depth suction dan shallow
suction. Pengukuran nilai MAP menjadi penting karena menggambarkan
kemampuan individu untuk memenuhi perfusi ke organ-organ vital seperti otak dan
ginjal. Penilaian MAP bergantung pada nilai tekanan darah pasien yaitu
kemampuan jantung memompa darah.
Heart rate
Berdasarkan
kedua penelitian didapatkan rerata heart
rate naik menjadi dan turun kembali setelah 5 menit menjadi. Hasil
penelitian pada kedua perlakuan menyebabkan frekuensi denyut jantung mengalami
peningkatan karena desaturasi oksigen
dan adanya stresor dari tindakan suction, menyebabkan munculnya sistem
ertahanan tubuh berupa peningkatan HR.
Perubahan
frekuensi denyut jantung pada penelitian ini tidak menunjukkan perubahan baik
pada depth suction maupun shallow suction. Penelitian yang mendukung hasil
dilakukan oleh Gillies, D., Spence, K (2011), Youngmee dan Yoonghoon (2003
dalam Irajpour et al, 2014). Peningkatan frekuensi denyut jantung ini
disebabkan oleh kompensasi individu yang mengalami hipoksia selama suction
dilakukan. Pada tahap ini, efek stimulasi simpatis jantung meningkatkan
frekuensi denyut jantung. Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA.
Norepineprin dikeluarkan untuk mengurangi permeabilitas ion kalium sehingga
timbul efek depolarisasi. Peningkatan efek parasimpatis pada nodus SA adalah
mengurangi kecepatan jantung, asetilkolin meningkatkan permeabilitas nodus SA
pada ion kalium dengan memperlambat penutupan ion kalium, akibatnya kecepatan
pembentukan potensial aksi berkurang. (Sherwood, L. 2011).
Saturasi oksigen
Bedasarkan
penelitian didapatkan rerata akan
turun dari nilai awal dan naik kembali setelah 5 menit. Nilai saturasi
oksigen merupakan persentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam
arteri. Hasil analisis pada penelitian ini menyebutkan bahwa tidak terdapat
perubahan saturasi oksigen yang bermakna sebelum dan sesudah dilakukan
perlakuan.
Pada
prosedur depth suction peneliti melakukan suction sampai dengan melewati
selang ETT sedangkan shallow suction penyedotan dilakukan
dengan tidak melewati selang ETT. Pada kedua perlakuan dilakukan
hiperoksigenasi dan penggunaan kateter suction ukuran 12 sehingga oksigen yang
terserap dalam proses suction tidak
terlalu banyak sehingga tidak ada perubahan saturasi secara bermakna dimana
saturasi masih dalam batas normal setelah 5 menit saturasi oksigen kembali naik.
Analisa
penelitian pengaruh depth suction dan shallow suction terhadap
perubahan saturasi oksigen menunjukkan hasil bahwa tidak ada pengaruh bermakna
antara tindakan depth suction dan shallow suction terhadap
perubahan saturasi oksigen.
Hasil
penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini bahwa terdapat perubahan
nilai saturasi pada pada pasien yang dilakukan dengan tehnik depth suction dan
shallow suction, namun perbedaan nilai saturasi pada kedua kelompok
tersebut tidak signifikan. (Celik, E .2000 dalam Favretto, DO. 2012; Abbasinia.
2014). Namun, Hasil penelitian berbeda disampaikan pada hasil penelitian
menyebutkan bahwa terdapat perbedaan saturasi yang signifikan pada pasien yang
dilakukan tindakan depth suction dan shallow suction (Wei, XJ et
al .2006; Irajpour,2014).
Kedua
pernyataan berbeda ini disebabkan oleh perbedaan pada objek penelitian.
Saturasi oksigen juga dipengaruhi oleh penyakit penyerta pada pasien. Pasien
yang sebelumnya sudah mengalami gangguan pernapasan kronis distribusi oksigen
ke jaringan perifer sudah terlebih dahulu mengalami kepayahan. Selain itu,
faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen adalah jumlah oksigen yang masuk ke
paru, kecepatan difusi, kapasitas hemoglobin dalam membawa oksigen.
Prosedur suction
bukan tindakan yang rutin, prosedur ini dilakukan jika pasien memiliki
indikasi untuk dilakukan suction, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perubahan hemodinamik yang signifikan pada kedua tehnik kedalaman kateter suction.
Kedua tehnik ini dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasien. Pada
pasien dengan sekret produktif dan riwayat penyakit paru yang mengharuskan
pasien dilakukan suction, prosedur depth suction dapat dilakukan,
karena mengingat keefektifan jangkaun kateter suction yang masuk,
diharapkan lebih banyak sekret yang terhisap sehingga tindakan suction tidak
dilakukan berulang – ulang. Sedangkan untuk tindakan shallow suction dapat
dilakukan apabila pasien memiliki resiko trauma pada trakea akibat penghisapan
yang cepat dan tekanan negatif selama prosedur suction yang tinggi.
KESIMPULAN
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa adanya perubahan pada tekanan darah sistolik,
diastolik, MAP, heart rate yang naik dari nilai awal dan akan turun kembali
setelah 5 menit. Perubahan juga terjadi pada saturasi oksigen yang menurun dari
nilai awal dan akan naik kembali setelah 5 menit.
Hasil
menunjukkan bahwa depth suction dan shallow
suction sama- sama mempengaruhi
nilai hemodinamik dan saturasi oksigen, dengan nilai akan kembali setelah 5
menit perlakuan.
SARAN
Perlakuan depth suction dan shallow
suction disesuaikan dengan kondisi
klinis pasien primary survay. Untuk pasien dengan gangguan jalan nafas
hipersecresi lendir yang banyak seperti pasien dengan diagnosa medis PPOK,
pneumonia, tetanus dan kejang bisa dilakukan depth suction karena mampu membersihkan lebih efektif. Sedangkan
untuk gangguan jalan nafas dengan produksi secret yang sedikit misal pada
pasien dengan gagal nafas syok cardiogenik dan syok hipovolemik bisa di lakukan
shallow suction untuk mencegah trauma
pada paru.
UCAPAN
TERIMAKASIH
Terimakasih
kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu karena
berkat dukung dan bantuannya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan
dengan baik dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan pembaca pada
khususnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbasinia, M., Irajpour, A., Babaii, A., Shamali, M.,
Vahdatnezhad, J. (2014). Comparation The Effect Of Shallow Suction And Deep
Suctioning On Respiratory Rate, Arterial Blood Oxygen Saturation And Number
Suctioning In Patients Hospitalizes In The Intensive Care Unit: A Randomized
Controlled Trial. J Caring Sci.
Dick, A., Liu, H., Dwazinger, J., Perencevich,
E.(2012). Long Term Survival And Health Care Utilization Outcomes Atribute
To Sepsis and Pneumonia. BMC. Health Care Service. EBSCO.12.432
Favreto,D,O., Silviera, R,C., Canini, S,R., et al.
(2012). Endotracheal Suction In Intubated Critically Ill Adult Patients Undergoing
Mechanical Ventilation:A Systematic System. Pubmed
Grippi MA, Elias JA, Fishman JA, Kotloff R, Pack AI,
Senior RM. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. 5th ed. New York:
McGraw-Hill; 2015
Guyton & Hall .(2010). Medical Physiology The 12 Th
Edition. Elsevier Health Science.
Hinkle JL , Cheever KH. Brunner and Suddarth's
Textbook of Medical-Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2009.
Irajpour, A., Abbasinia, M., Hoseini, A., Kashefi, P.
(2014). Effect Of Shallow And Deep Endotracheal Tube Suctioning On
Cardiovascular Indices In Patient In Intesive Care Unit. Iran J Nurs Midwifery
Res.
Jevon And Ewens. (2009). Pemantauan Pasien Kritis(
Edisi 2). Jakarta: Erlangga.
Lamba TS, Sharara RS, Singh AC, Balaan M.
Pathophysiology and Classification of Respiratory Failure. Crit Care Nurs Q.
2016;39(2):85–93
Lamba TS, Sharara RS, Singh AC, Balaan M. Manajement
of Respiratory Failure. Crit Care Nurs Q. 2016 Vol. 39, No. 2, pp. 94–109
Herdman, T. H. 2018. Definisi dan
Klasifikasi (2018-2020) (Edisi 11), Oleh: NANDAInternasional,
Penerbit: EGC
Li, X, F et al. ( 2010) Impact Of Different
Endotracheal Suctioning Negatif Pressure On Hemodynamics And Oxygenation In
Patient With Acute Respiratory Distress Syndrome. Journal Nursing Science
Maggiore, S, M., lellouche, F., Pignataro, C.,
Richard, J, C, M., Girou, E., Maitre, B., Lemairre, F., Buisson, CB., Brochard,
L . (2013). Decreasing The Advrse Effects Of Endotracheal Suctioning During
Mechanical Ventilation By Changing Practice. Respiratory Care
Marta, T. 2017. Pengaruh Depth suction Dan Shallow
Suction Terhadap Perubahan Hemodinamik Pada Pasien Dengan Endotracheal Tube Di
Ruang Icu Rsud Ulin Banjarmasin.
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017
Ozden,
D., dan Gorgulu SR. (2014). Effect of Open and Closed Suction System on The
Haemodynamic Parameters in Cardiac Surgery Patien. Pubmed gov Journal. Phuong
V, Kharasch VS. Respiratory Failure. Pediatr Rev. 2014;35:476–86
Restrepo R,D., Brown, J,M, Hughes, J,M,. (2010). Aarc
Clinical Practice Guidlines Endotracheal Suctioning Of Mechanically Ventilad
Patients With Artificial. Respir Care
Smeltzer, S. C. dan, & Bare, B. G. (2010). Keperawatan
Medikal Bedah 2, Edisi 12 (12th ed.). Jakarta: EGC.
Sherwood,L. (2011). Fisiologi Manusia:Dari Sel Ke
Sistem. EGC :Jakarta
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S.
(2012). Kozier and Erb’s Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and
Practice. Nurse Education in Practice, 12(2), e12. https://doi.org/10.1016/j.nepr.2011.09.002
Comments
Post a Comment